Minggu, 28 April 2013

UU TENTANG KESEHATAN



A.    UU kesehatan No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung jawab tenaga kesehatan

BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1

Dengan Undang – undang ini yang di maksud dengan :
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiataan untuk memelihara dan memungkinkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangna untuk melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan dalam tempat yang digunakan untuk menyeleggrakan upaya kesehatan.
5. Transplantasi adalah rangkaian medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang bersal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh orang lain atau tubuh sendiri.
6. Implant adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan kedalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan dan atau kosmetika.
7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau peralatan dengan cara obat dan pengobantannya yang mengacu kepada pengalaman dan ketrampilan turun – temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air.
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediian sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun – temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
11. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus mesin implant yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
12. Zat adiktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis.
13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sedian farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resp dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
14. Pembekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelengarakan upaya kesehatan.
15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara penyelengaraan pemeliharaan kesehatanyang paripurna berdasarkan atas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra upaya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2

Pembangunan kesehatan diselenggarakan berdasarkan kemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan dalam keseimbangan, serta kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.
Pasal 3

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesdaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 4

Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal
Pasal 5

Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungan.
BAB IV
TUGAS DAN  TANGGUNG JAWAB
Pasal 6

Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelengaraan upaya kesehatan.
Pasal 7
Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Pasal8

Pemerintah bertugas mengerakkan peran serta masyarakat dalam menyelengarakan dan pembiayaan kesehatan, dengan memperhatikan fungsi social sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang mampu tetap terjamin.
Pasal 9

Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
BAB V
UPAYA KESEHATAN
bagian pertama umum
Pasal 10

untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (prenventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitative) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pasal 11

(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dilaksanakan melalui kegiatan :
a. Kesehatan keluarga
b. Perbaikan gizi
c. pengamanan makanan dan minuman
d. kesehatan lingkungan
e. kesehatan kerja
f. Kesehatan jiwa
g. Pemberantasan penyakit
h. penyembuhan penyakit
i. penyuluhan kesehatan masyarakat
j. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
k. pengamanan zat adiktif
l. kesehatan sekolah
m. kesehatan olahraga
n. pengobatan tradisional
o. kesehatan matra
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan.
Bagian kedua
Kesehatan Keluarga
Pasal 12

(1) Kesehatan keluarga diselenggaraan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia dan sejahtera.
(2) Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan suami istri, anak dan anggota keluarga lainnya.
Pasal 13

Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
Pasal 14

Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa pra kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan, dan masa diluar kehamilan dan persalinan.
Pasal 15

(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atas suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2)  ditetapkan dengan pengaturan pemerintah.
Pasal 16

(1) Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan.
(2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana

Pasal 17

(1) Kesehatan anak diselengarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
(2) Kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia pra sekolah, dan usia sekolah.
Pasal 18

(1) Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan dalam keluarganya.
(2) Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan keluarga melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
Pasal 19

(1) Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif.
(2) Pemerintah membantu penyelengaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 80
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (92), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemeiharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hokum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa denga sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan tranplansi organ tubuh atau jarigan tubuh atau transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak 300.000.000,00 (tiga ratus juta ruoiah)
(4) Barang siapa dengan sengaja :
a. mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar atau dan persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagimana dimaksud pasal 21 ayat (3).
b. Memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuh syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah

B. PP/UU tentang aborsi,bayi tabung, adopsi
1.         Aborsi
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur. (Wikipedia, 2009)
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
·         Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus.
Merupakan  abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
  1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
  2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
  3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
  4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
  5. Prosedur tidak dirahasiakan.
  6. Dokumen medik harus lengkap.
Alasan-alasan untuk melakukan tindakan abortus medisinalis :
  1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
  2. Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
  3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
  4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
  5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
  6. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
  7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
  8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
  9. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
  10. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
  11. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
·         Abortus Provokatus Kriminalis
Merupakan aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu. Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan yang  tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan. Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Alasan-alasan melakukan abortus provokatus kriminalis :
  1. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
  2. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
  3. Kehamilan di luar nikah.
  4. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
  5. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
  6. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
  7. Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya pertentangan baik secara moral dan kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan  secara agama dan hukum di lain sisi. Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak yang dilahirkan dalam kondisi dan lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh anak yang tumbuh dan besar dalam lingkungan yang wajar, dan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.
Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum, masih ada perdebatan-perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak azasi manusia (HAM). Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang kemudian menimbulkan komplikasi – komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan kematian.
2.         Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Dalam melakukan fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
  1. Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
  2. Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
  3. Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
  4. Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
  5. Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
  6. Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
  7. Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis. Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global” dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak. Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan genetik suami dan istri.
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi pertentangan. Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama.
3.         Adopsi
Adopsi diambil dari bahasa Inggris adoption yang berarti pengangkatan atau pemungutan. Dalam hal ini adopsi berarti pengangkatan anak oleh seseorang atau keluarga yang dikalukan untuk tujuan tertentu. Adopsi dapat dilakukan seseorang pada seorang anak, baik saat masih bayi maupun sudah balita bahkan sudah remaja, namun umumnya dilakukan pada saat si anak masih bayi.
Pada umumnya orang mengadopsi tidak memiliki surat resmi atau secara sah hukum telah mengadopsi karena tidak tahu mengenai hokum dari adopsi sendiri, apalagi bila yang diadopsi dalah anak dari saudara sendiri yang biasanya hanya dari keluarga saja yang tahu.
ASPEK HUKUM ABORSI, BAYI TABUNG DAN ADOPSI
A.        Aspek Hukum Aborsi
Aspek hukum pada aborsi mengenai :
  1. Wanita yang menggugurkan kandungan;
  2. Orang lain yang menggugurkan kandungan si wanita (bisa dokter, atau tenaga medis lainnya, dan juga dukun beranak, atau orang lain);
  3. Orang lain yang membantu atau turut serta menggugurkan kandungan si wanita;
  4. Orang yang menyuruh menggugurkan kandungan si wanita.
Faktor-faktor yang memengaruhi tindakan aborsi :
  1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
  2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
  3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
  4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
  5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
  6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Di Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi dan penyebabnya dapat dilihat pada:
A         . KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349
    1. Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
    2. Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
    3. Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2)  Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
  1. Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
  1. Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
  2. Pasal 535 : Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
  1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
  2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
  3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
  4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktik dapat dicabut.
  5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
B.        Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
a. Pasal 15 ayat 1 dan 2
1)    Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan  jiwa ibu hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2)    Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
  1. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
  2. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
  3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
  4. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
  1. Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang, karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
  2. Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk pemerintah.
Didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat perkosaan, akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial ataupun kehamilan yang diketahui bahwa janin yang dikandung tersebut mempunyai cacat bawaan yang berat.
Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
b. Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)

2.per menkes tentang registrasi dan praktik bidan

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
2. Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kom[etensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan prektik profesinya.
3. Surat Izin Bidan selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
4. Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
5. Surat Izin Praktik Bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan untuk menjalankan praktik Bidan.
6. Standar Profesi adalah pedoman yang dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.
7. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II
PELAPORAN DAN REGISTRASI
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelengaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat – lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir I terlampir.
Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala DinasKesehatan Propinsi dimana instuti pendidikan berada guna memproleh SIB selambat – lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijasah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi :
a.       Fotocopy ijazah bidan
b.      Fotocopy Transkip Nilai Akademik
c.       Surat ketengan sehat dari dokter
d.      Pas poto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) Lembar,
(3) bentuk permohonan SIB sebagaiman dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir II terlampir
Pasal 4
(1)   Kepala dinas kesehatan provinsi atas nama Menteri kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 untuk menerbitkan SIB
(2)   SIB sebaga mana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh kepala dinas kesehatan propinsi atas nama Menteri kesehatan,dalam selambat-lambatnya 1 (1)bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional.
(3)   Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam formulir III terampir.
Pasal 5
(1)   Kepala dinas kesehatan propinsi harus membuat penbukaan registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2)   Kepala dinas kesehatan propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada menteri kesehatan melalui secretariat Jendaral c.q. kepala biro kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepala organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.
Pasal 6
(1)   Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi pe rsyaratan mendapatkan SIB.
(2)   Adaptasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3)   Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi oleh pimpinan saran a pendidikan.
(4)   Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan pada kepada kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
(5)   Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a.       Fotokopy ijazah yang telah dilegalisir oleh direktur Jendral pendidikan Tinggi,
b.      Fotokopy Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan
(6)   Kepada dinas pendidikan propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.
(7)   Bidan yang tekah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4.
(8)   Bentuk permohonan sebagaimana dimaksu pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1)   SIB berlaku selama 5 tahundan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk menerbitkan SIPB
(2)   Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada  kepala dinas kesehatan propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan anatara lain:
a.       SIB yang telah habis masa berlakunya,
b.      Surat keterangan sehat dari dokter
c.       Pas poto ukuran 4x6 cm sebayak 2 lembar.
BAB  III
MASA BAKTI
pasal 8
            masa bakti bidan dilaksanakan sesuai denagan  ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
PERIZINAN
Pasal 9
(1)   Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB
(2)   Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan/atau perorangan.
Pasal 10
(1)   SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehata kabupaten/ kota setempat.
(2)   Permohonan sebagaimana pada pasal ayat (1) diajukan dengan melampirkan persyaratan, anatara lain meliputi:
a.       Fotokopi SIB yang masih berlaku
b.      Fotokopy ijazah bidan
c.       Surat persetujuan atasan,bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
d.      Surat keterangan sehat dari dokter
e.       Rekomendasi dari organisasi profesi
f.       Pasfoto 4x6 cm sebanyak 2 lembar
(3)   Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, terhadap kode etik profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
(4)   Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)seperti tercantum dalam formulir v terlampir.
Pasal 11
(1)   SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
(2)   Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diajuakan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a.       Fotokopi SIB   yang masih berlaku
b.      Fotokopi SIPB yang lama
c.       Suratketerangan sehat dari dokter
d.      Pas foto 4x6 cm sebanyak 2 lembar
e.       Rekomendasi dari organosasi profesi.
Pasal 12
Bidan pegawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB
Pasal 13
Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan dan / atau keterampilannya melalui pendidikan dan / atau pelatihan
BAB V
PRAKTEK BIDAN
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan pratiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
a.       Pelayanan kebidanan
b.      Pelayanan keluarga berencana
c.       Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 15
1.      Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak
2.      Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas,menyusui dan masa antara ( periode interval )
3.      Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada bayi baru lahir, masa bayi , masa anak balita dan masa pra sekolah
Pasal 16
1.      Pelayanan kebidanan pada ibu meliputi :
a.       Penyuluhan dan konseling
b.      Pemeriksaan fisik
c.       Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d.      Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hyperemesis gravidarum tingkat 1, pre eklamsia ringan dan anemia ringan
e.       Pertolongan persalinan normal
f.       Pertolongan peesalinan abnormal yang mencakup letak sungsang, partus macet kpala didasar panggul, ketuban pecah dini ( KPD ) tanpa infeksi,perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post termasuk dan pre termasuk
g.      Pelayanan ibu nifas normal
h.      Pelayanan ibu ifas abnormal yang mencakup  retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan
i.        Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid
2.      Pelayanan kebidanan pada anak meliputi :
a.       Pemeriksaan bayi baru lahir
b.      Perawatan tali pusat
c.       Perawatan bayi
d.      Resusitasi pada bayi baru lahir
e.       Pemantauan tumbuh kembang anak
f.       Pemberian imunisasi
g.      Pemberian penyuluhan
Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya
Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 berwenang untuk :
a.       Memberikan imunisasi
b.      Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan ,pesalinan dan nifas
c.       Mengeluarkan plasenta secara normal
d.      Bimbingan senam hamil
e.       Pengeluaran sisa jaringan  konsepsi
f.       Episiotomy
g.      Penjahitan lika episiotomy dan jalan lahir sampe tingkat 2
h.      Amniotomi pada pembukaan servik lebih dari 4 cm
i.        Pemberian infuse
j.        Pemberian suntikan IM  utritonika, antibiotika, dan sedative
k.      Kompresi bimanual
l.        Versi ekstraksi gemeli pada kelahiran bayi ke2 dan seterusnya
m.    Vacuum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
n.      Pengendalian anemi
o.      Meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
p.      Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
q.      Penanganan hiportermi
r.        Pemberian minum dengan sonde / pipet
s.       Pemberian obat- obatan terbatas melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan formulir VI terlampir
t.        Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian
Pasal 19
Bidan dalam memberiakan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b berwenang untuk :
a.       Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontarsepsi dalam rahim, alat kontarsepsi bawah kulit, dankondom
b.      Meberikan penyuluhan / konseling pemakaian kontrasepsi
c.       Melakukan pencabutan alat kontarsepsi dalam rahim
d.      Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit
e.       Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat
Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan masyarakat sebagimana di maksud dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :
a.       Pembinaan peran serta masyarakat di biadang kesehatan ibu dan anak
b.      Memantau tumbuh kembang anak
c.       Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
d.      Melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan infeksi menular seksual ( IMS ), penyalagunaan narkotika psikotropika zat adiktif lainnya ( NAFZA ) serta penyakit lainnya
pasal 21
1.      Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenganan sebagaimana di dalam pasal 14
2.      Pelayanan sebagaimana di maksud pada ayat 1 ditujukan untuk penyelamatan jiwa
Pasal 22
Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi tempat dan ruangan parktik, tempat tidur,peralatan, obat-obatan dan kelengkapan administarsi
Pasal 23
(1)    bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang kurangnya harus memiliki peralatan dan kelengkapan administrative sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 keputusan ini
(2)   Obat – obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagimana tercantum dalam lampiran II keputusan ini
Pasal 24
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintahan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
Pasal 25
(1)   Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberiakn pelayanan berdasarkan standar profesi
(2)   Disamping ketentuan sebagaimana pada ayat 1 bidan dalam menjalankan praktik sesuai dengan kewenangannya harus :
a.       Menghormati hak pasien
b.      Merujuk kasus yang tidak dapat di tangani
c.       Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku
d.      Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan
e.       Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
f.       Melakukan catatan medic ( medical record ) dengan baik
Pasal 26
Petunjuk pelaksanaan parktik bidan sebagimana tercantum dalam lampiran III keputusan ini
BAB VI
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 27
(1)   Dalam melakukan praktiknya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan
(2)   Pelaporan sebagimana dimaksud pada ayat 1 di laporkan kepuskesmas dan tembusan kepada dinas kesehatan kabupaten/ setempat
(3)   Pencatatan dan pelaporan sebagaimana di maksud pada ayat 1 tercantum dalam lampiran IV keputusan ini
BAB VII
PEJABAT YANG BERWENANG MENGELUARKAN DAN MENCABUT  IZIN PRAKTIK
Pasal 28
(1)   Pejabat berwenang mengeluarkan dan mencabut SIPB adalah kepala dinas kesehatan kabupaten / kota
(2)   Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepala dinas kesehatan dapat menunjukkan pejabat lain
Pasal 29
(1)   Permohonan SIPB yang di setujui atau ditolak harus disampaikan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten / kota kepada pemohon dalam waktu selambat lambatnya 1( satu ) bulan sejak tanggal permohonan diterima
(2)   Apabila permohonan SIPB di setujui, kepala dinas kesehatan / kota harus menerbitkan SIPB
(3)   Apabila permohonan SIPB ditolak kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota harus memberikan alas an penolakan tersebut
(4)   Bentuk dan isi SIPB yang disetujui sebagaimana dalam ayat 2 tercantum dalam formulir VII terlampir
(5)   Bentuk surat penolakan SIPB sebagaimana di maksud pada ayat 3 tercantum dalam formulir VII terlampir
Pasal 30
Kepala dinas kesehatan/kota menyampaikan laporan secara berkala dinas kesehatan provinsi setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIPB di wilayah nya dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
1.      Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yan besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi
2.      Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikumpulkan dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat
3.      Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsure sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh prganisasi profesi
4.      Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong pada anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan
Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik yang berhenti melakukan praktik pada sarana kesehatannya kepada kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 33
1.      Kepala dinas kesehatan kabupaten dan atau organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik diwilayahnya
2.      Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan melalaui pemantaun yang hasilnya dibahas secara periodic sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1 tahun
Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 35
1.      Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a.       Menjalankan praktik bidan tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum ddalam praktik
b.      Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi
2.      Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 butir a
Pasal 36
1.      Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini
2.      Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksudd pada ayat 1 diberikan paling banyak 3 kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
Pasal 37
Sebelum keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari majlis disiplin tenaga kesehatan ( MDTK) atau majlis pembinaan dan pengawasan etika pelayanan medis ( MP2EPM) sesuai peraturan perindang-undangan yang berlaku.
Pasal 38
1.      Keputusan pencabutan SIPB  disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari dihitung sejak keputusan ditetapkan.
2.      Dalam keputusan sebagaiman dimaksud pada ayat 1 disebutkan pencabutan SIPB
3.      Terhadap pencabutan SIPB sebagaiman dimaksudd pada ayat dapat diajukan keberatan kepada kepala dinas provinsi dalam waktu 14 hari setelah keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 hari tidak diajukan keberatan maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hokum yang tetap
4.      Kepala dinas kesehatan provinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan pencabutan SIPB
5.      Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditempuh, pengadilan tata usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud pasal 48 UU No. 5 tahun 1986 tentang pengadilan tata usaha Negara.
Pasal 39
Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
Pasal 40
1.      Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional menteri kesehatan dan atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut ssementara SIPB  bidan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.      Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 1 selanjutnya diproses sesuai dengan keputusan ini.
Pasal 41
1.      Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, kepala dinas kesehatan kabupaten / kota  dapat membentuk tim/ panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan  praktik bidan diwilayahnya.
2.      Tim/panitia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari unsure pemerintahan ikatan bidan Indonesia dan profesi keseatan terkait lainnya.
BAB IX
SANKSI
Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja :
a.       Melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan / adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
b.      Melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
c.       Melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 25 ayat 1 dan 2 dipidana sesuai ketentuan pasal 35 PP nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksudd dalam pasal 32 dan atau memperkejakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 35 PP nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
Pasal 44
1.      Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 bidan yang melakukan pelangagaran terhaddap ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
2.      Pengambilan tndakan ddisiplin sebagaimana dimaksud pada ayat  1 dilaksanakan sesuai ketentuuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
1.      Bidan yang tidak mempunyai surat penugasan dan SIPB berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang registrasi dan praktik bidan dianggap telah  memiliki SIB dan SIPB berdasarkan ketentuan.
2.      SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud ddalam ayat 1 berlaku seelama 5 tahundan apabila telah habis maka masa berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan keputusan ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Dengan ditetapkan keoutusan ini maka peraturan menteri keseehatan nomor 572/Menkes/VI/1996 registrasi dan praktik bidan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 47
Keputusan menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangann peraturan ini dengan penempatannya dalam berita negar republic Indonesia


Tidak ada komentar:

Posting Komentar