A.
UU kesehatan No. 23 tahun 1992 tentang tugas dan tanggung
jawab tenaga kesehatan
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dengan Undang – undang ini yang di maksud dengan :
1. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
2. Upaya kesehatan adalah setiap kegiataan untuk memelihara dan memungkinkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
3. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangna untuk melakukan upaya kesehatan.
4. Sarana kesehatan dalam tempat yang digunakan untuk menyeleggrakan upaya kesehatan.
5. Transplantasi adalah rangkaian medis untuk memindahkan organ dan atau jaringan tubuh manusia yang bersal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam rangka pengobatan untuk menggantikan organ dan atau jaringan tubuh orang lain atau tubuh sendiri.
6. Implant adalah bahan berupa obat dan atau alat kesehatan yang ditanamkan kedalam jaringan tubuh untuk tujuan pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan dan atau kosmetika.
7. Pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau peralatan dengan cara obat dan pengobantannya yang mengacu kepada pengalaman dan ketrampilan turun – temurun dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
8. Kesehatan matra adalah upaya kesehatan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan fisik dan mental guna menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah secara bermakna baik lingkungan darat, udara, angkasa, maupun air.
9. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
10. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediian sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun – temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
11. Alat kesehatan adalah instrument, apparatus mesin implant yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan untuk membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
12. Zat adiktif adalah bahan yang penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan psikis.
13. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sedian farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pelayanan obat atas resp dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
14. Pembekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelengarakan upaya kesehatan.
15. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat adalah suatu cara penyelengaraan pemeliharaan kesehatanyang paripurna berdasarkan atas usaha bersama dan kekeluargaan, yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara pra upaya.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Pembangunan kesehatan
diselenggarakan berdasarkan kemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, adil dan merata, perikehidupan
dalam keseimbangan, serta kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri.
Pasal 3
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesdaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 4
Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang optimal
Pasal 5
Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perseorangan, keluarga, dan lingkungan.
BAB IV
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 6
Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi penyelengaraan upaya kesehatan.
Pasal 7
Pemerintah bertugas
menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Pasal8
Pemerintah bertugas mengerakkan
peran serta masyarakat dalam menyelengarakan dan pembiayaan kesehatan, dengan
memperhatikan fungsi social sehingga pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang
kurang mampu tetap terjamin.
Pasal 9
Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
BAB V
UPAYA KESEHATAN
bagian pertama umum
UPAYA KESEHATAN
bagian pertama umum
Pasal 10
untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (prenventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitative) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Pasal 11
(1) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dilaksanakan melalui kegiatan :
a. Kesehatan keluarga
b. Perbaikan gizi
c. pengamanan makanan dan minuman
d. kesehatan lingkungan
e. kesehatan kerja
f. Kesehatan jiwa
g. Pemberantasan penyakit
h. penyembuhan penyakit
i. penyuluhan kesehatan masyarakat
j. pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
k. pengamanan zat adiktif
l. kesehatan sekolah
m. kesehatan olahraga
n. pengobatan tradisional
o. kesehatan matra
(2) Penyelenggaraan upaya kesehatan sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh sumber daya kesehatan.
Bagian kedua
Kesehatan Keluarga
Kesehatan Keluarga
Pasal 12
(1) Kesehatan keluarga diselenggaraan untuk mewujudkan keluarga sehat, kecil, bahagia dan sejahtera.
(2) Kesehatan keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi kesehatan suami istri, anak dan anggota keluarga lainnya.
Pasal 13
Kesehatan suami istri diutamakan pada upaya pengaturan kelahiran dalam rangka menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
Pasal 14
Kesehatan istri meliputi kesehatan pada masa pra kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan, dan masa diluar kehamilan dan persalinan.
Pasal 15
(1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
(2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atas suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) ditetapkan dengan pengaturan pemerintah.
Pasal 16
(1) Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapatkan keturunan.
(2) Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana
Pasal 17
(1) Kesehatan anak diselengarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak.
(2) Kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, masa balita, usia pra sekolah, dan usia sekolah.
Pasal 18
(1) Setiap keluarga melakukan dan mengembangkan kesehatan dalam keluarganya.
(2) Pemerintah membantu pelaksanaan dan mengembangkan kesehatan keluarga melalui penyediaan sarana dan prasarana atau dengan kegiatan yang menunjang peningkatan kesehatan keluarga.
Pasal 19
(1) Kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif.
(2) Pemerintah membantu penyelengaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
KETENTUAN PIDANA
Pasal 80
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (92), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemeiharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hokum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa denga sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan tranplansi organ tubuh atau jarigan tubuh atau transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak 300.000.000,00 (tiga ratus juta ruoiah)
(4) Barang siapa dengan sengaja :
a. mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar atau dan persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagimana dimaksud pasal 21 ayat (3).
b. Memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuh syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah
(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (92), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Barang siapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggarakan pemeiharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hokum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 ( lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barang siapa denga sengaja melakukan perbuatan dengan tujuan komersial dalam pelaksanaan tranplansi organ tubuh atau jarigan tubuh atau transfuse darah sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak 300.000.000,00 (tiga ratus juta ruoiah)
(4) Barang siapa dengan sengaja :
a. mengedarkan makanan dan minuman yang tidak memenuhi standar atau dan persyaratan dan atau membahayakan kesehatan sebagimana dimaksud pasal 21 ayat (3).
b. Memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi berupa obat atau bahan obat yang tidak memenuh syarat farmakope Indonesia dan atau buku standar lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan dipidana denda paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah
B. PP/UU tentang aborsi,bayi tabung, adopsi
1. Aborsi
Gugur kandungan
atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir
selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya
adalah kelahiran prematur. (Wikipedia, 2009)
Abortus provokatus
merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara
menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada
umumnya bayi dianggap belum dapat hidup diluar kandungan apabila usia kehamilan
belum mencapai 28 minggu, atau berat badan bayi kurang dari 1000 gram, walaupun
terdapat beberapa kasus bayi dengan berat dibawah 1000 gram dapat terus hidup.
·
Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus.
Merupakan abortus yang
dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi
medik adalah demi menyelamatkan nyawa
ibu. Syarat-syaratnya:
- Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
- Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
- Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
- Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
- Prosedur tidak dirahasiakan.
- Dokumen medik harus lengkap.
Alasan-alasan untuk melakukan
tindakan abortus medisinalis :
- Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
- Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
- Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
- Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
- Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
- Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
- Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
- Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
- Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
- Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
- Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
·
Abortus Provokatus Kriminalis
Merupakan aborsi yang sengaja
dilakukan tanpa adanya indikasi
medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan
alat-alat atau obat-obat tertentu. Aborsi provokatus kriminalis adalah
pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati
ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak
memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan.
Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Alasan-alasan melakukan abortus
provokatus kriminalis :
- Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
- Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
- Kehamilan di luar nikah.
- Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
- Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
- Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
- Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Dari banyaknya penyebab
permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya pertentangan
baik secara moral dan kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan secara
agama dan hukum di lain sisi. Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk
membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan
terutama karena hasil pemerkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan
pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang
dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak yang dilahirkan dalam
kondisi dan lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir
dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan
dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh anak yang tumbuh dan besar
dalam lingkungan yang wajar, dan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi sampah
masyarakat.
Di samping itu, banyak perempuan
merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi
ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan
tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum,
masih ada perdebatan-perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang kontra
soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini.
Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak azasi
manusia (HAM). Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan
yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan
baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai
dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang kemudian menimbulkan
komplikasi – komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan kematian.
2. Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in
vitro (bahasa Inggris:
in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel
telur (ovum) dibuahi di luar tubuh
wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan
ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan
proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel
sperma dalam sebuah medium cair.
Dalam melakukan
fertilisasi-in-virto transfer embrio dilakukan dalam tujuh tingkatan dasar yang
dilakukan oleh petugas medis, yaitu :
- Istri diberi obat pemicu ovulasi yang berfungsi untuk merangsang indung telur mengeluarkan sel telur yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru dihentikan setelah sel-sel telurnya matang.
- Pematangan sel-sel telur sipantau setiap hari melalui pemeriksaan darah Istri dan pemeriksaan ultrasonografi.
- Pengambilan sel telur dilakukan dengan penusukan jarum (pungsi) melalui vagina dengan tuntunan ultrasonografi.
- Setelah dikeluarkan beberapa sel telur, kemudian sel telur tersebut dibuahi dengan sel sperma suaminya yang telah diproses sebelumnya dan dipilih yang terbaik.
- Sel telur dan sperma yang sudah dipertemukan di dalam tabung petri kemudian dibiakkan di dalam lemari pengeram. Pemantauan dilakukan 18-20 jam kemudian dan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembuahan sel
- Embrio yang berada dalam tingkat pembelahan sel ini. Kemudian diimplantasikan ke dalam rahim istri. Pada periode ini tinggal menunggu terjadinya kehamilan.
- Jika dalam waktu 14 hari setelah embrio diimplantasikan tidak terjadi menstruasi, dilakukan pemeriksaan air kemih untuk kehamilan, dan seminggu kemudian dipastikan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Pelayanan terhadap bayi tabung
dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah fertilisasi-in-vitro yang
memiliki pengertian sebagai berikut : Fertilisasi-in-vitro adalah pembuahan sel
telur oleh sel sperma di dalam tabung petri yang dilakukan oleh petugas medis.
Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik
menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan
pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya
teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam
gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat
Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan
ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki
keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan
yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program
ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya
yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Otto Soemarwoto dalam bukunya
“Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global” dengan tambahan dan keterangan
dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan bahwa bayi tabung pada satu pihak
merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang subur tetapi
karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak.
Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh
dan zigot yang terjadi ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya
tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan
keturunan genetik suami dan istri.
Akan tetapi seiring
perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat
diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi pertentangan.
Banyak pihak yang kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini
sebagian besar berasal dari dunia kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari
kalangan alim ulama.
3. Adopsi
Adopsi diambil dari bahasa
Inggris adoption yang berarti pengangkatan atau pemungutan. Dalam hal
ini adopsi berarti pengangkatan anak oleh seseorang atau keluarga yang
dikalukan untuk tujuan tertentu. Adopsi dapat dilakukan seseorang pada seorang
anak, baik saat masih bayi maupun sudah balita bahkan sudah remaja, namun
umumnya dilakukan pada saat si anak masih bayi.
Pada umumnya orang mengadopsi
tidak memiliki surat resmi atau secara sah hukum telah mengadopsi karena tidak
tahu mengenai hokum dari adopsi sendiri, apalagi bila yang diadopsi dalah anak
dari saudara sendiri yang biasanya hanya dari keluarga saja yang tahu.
ASPEK
HUKUM ABORSI, BAYI TABUNG DAN ADOPSI
A. Aspek Hukum Aborsi
Aspek hukum pada aborsi mengenai
:
- Wanita yang menggugurkan kandungan;
- Orang lain yang menggugurkan kandungan si wanita (bisa dokter, atau tenaga medis lainnya, dan juga dukun beranak, atau orang lain);
- Orang lain yang membantu atau turut serta menggugurkan kandungan si wanita;
- Orang yang menyuruh menggugurkan kandungan si wanita.
Faktor-faktor yang memengaruhi
tindakan aborsi :
- Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
- Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
- Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
- Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
- Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
- Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Di Indonesia adapun
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi dan penyebabnya dapat
dilihat pada:
A . KUHP Bab XIX Pasal
229,346 s/d 349
- Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
- Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
- Pasal 347:
(1) Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling
lama limabelas tahun.
- Pasal 348:
(1) Barang siapa dengan sengaja
menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu
mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh
tahun.
- Pasal 349: Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
- Pasal 535 : Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut
dapat ditarik kesimpulan bahwa:
- Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
- Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
- Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
- Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktik dapat dicabut.
- Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
Meskipun dalam KUHP tidak
terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus
atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya
dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang
kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
B. Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
a. Pasal 15 ayat 1 dan 2
1) Dalam
keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau
janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan
medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :
- Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
- Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
- Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
- Pada sarana kesehatan tertentu.
Pada penjelasan UU Kesehatan
pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
- Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang, karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
- Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
Butir b: Tenaga kesehatan yang
dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian
dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan
penyakit kandungan.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk pemerintah.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk pemerintah.
Didalam UU Kesehatan ini belum
disinggung soal masalah kehamilan akibat perkosaan, akibat hubungan seks
komersial yang menimpa pekerja seks komersial ataupun kehamilan yang diketahui
bahwa janin yang dikandung tersebut mempunyai cacat bawaan yang berat.
Dalam peraturan
pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai
keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan bentuk persetujuan, sarana
kesehatan yang ditunjuk.
b. Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja
melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana
dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
2.per menkes tentang registrasi dan praktik bidan
BAB I
KETENTUAN UMUM
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
2. Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kom[etensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan prektik profesinya.
3. Surat Izin Bidan selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
4. Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
5. Surat Izin Praktik Bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan untuk menjalankan praktik Bidan.
6. Standar Profesi adalah pedoman yang dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.
7. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
2. Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kom[etensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan prektik profesinya.
3. Surat Izin Bidan selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Republik Indonesia.
4. Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya.
5. Surat Izin Praktik Bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan untuk menjalankan praktik Bidan.
6. Standar Profesi adalah pedoman yang dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik.
7. Organisasi Profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
BAB II
PELAPORAN DAN REGISTRASI
PELAPORAN DAN REGISTRASI
Pasal 2
(1) Pimpinan penyelengaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat – lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir I terlampir.
(1) Pimpinan penyelengaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat – lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir I terlampir.
Pasal 3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala DinasKesehatan Propinsi dimana instuti pendidikan berada guna memproleh SIB selambat – lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijasah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi :
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala DinasKesehatan Propinsi dimana instuti pendidikan berada guna memproleh SIB selambat – lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijasah bidan.
(2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi :
a.
Fotocopy ijazah bidan
b.
Fotocopy Transkip Nilai Akademik
c.
Surat ketengan sehat dari dokter
d.
Pas poto ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) Lembar,
(3) bentuk permohonan SIB
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam formulir II terlampir
Pasal 4
(1)
Kepala dinas kesehatan provinsi atas nama Menteri kesehatan
melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
untuk menerbitkan SIB
(2)
SIB sebaga mana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
kepala dinas kesehatan propinsi atas nama Menteri kesehatan,dalam
selambat-lambatnya 1 (1)bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara
nasional.
(3)
Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam formulir III
terampir.
Pasal 5
(1)
Kepala dinas kesehatan propinsi harus membuat penbukaan
registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2)
Kepala dinas kesehatan propinsi menyampaikan laporan secara
berkala kepada menteri kesehatan melalui secretariat Jendaral c.q. kepala biro
kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepala organisasi profesi
mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan
diterbitkan dalam buku registrasi nasional.
Pasal 6
(1)
Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk
melengkapi pe rsyaratan mendapatkan SIB.
(2)
Adaptasi sebagaimana dimaksudpada ayat (1) dilakukan pada
sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah.
(3)
Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan
selesai adaptasi oleh pimpinan saran a pendidikan.
(4)
Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan pada
kepada kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
(5)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan
melampirkan:
a.
Fotokopy ijazah yang telah dilegalisir oleh direktur Jendral
pendidikan Tinggi,
b.
Fotokopy Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan
(6)
Kepada dinas pendidikan propinsi berdasarkan permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan
adaptasi.
(7)
Bidan yang tekah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4.
(8)
Bentuk permohonan sebagaimana dimaksu pada ayat (4)
sebagaimana tercantum dalam formulir IV terlampir.
Pasal 7
(1)
SIB berlaku selama 5 tahundan dapat diperbaharui serta
merupakan dasar untuk menerbitkan SIPB
(2)
Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
kepada kepala dinas kesehatan propinsi
dimana bidan praktik dengan melampirkan anatara lain:
a.
SIB yang telah habis masa berlakunya,
b.
Surat keterangan sehat dari dokter
c.
Pas poto ukuran 4x6 cm sebayak 2 lembar.
BAB III
MASA BAKTI
pasal 8
masa
bakti bidan dilaksanakan sesuai denagan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV
PERIZINAN
Pasal 9
(1)
Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB
(2)
Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan
dan/atau perorangan.
Pasal 10
(1)
SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) diperoleh
dengan mengajukan permohonan kepada kepala dinas kesehata kabupaten/ kota
setempat.
(2)
Permohonan sebagaimana pada pasal ayat (1) diajukan dengan
melampirkan persyaratan, anatara lain meliputi:
a.
Fotokopi SIB yang masih berlaku
b.
Fotokopy ijazah bidan
c.
Surat persetujuan atasan,bila dalam pelaksanaan masa bakti
atau sebagai pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
d.
Surat keterangan sehat dari dokter
e.
Rekomendasi dari organisasi profesi
f.
Pasfoto 4x6 cm sebanyak 2 lembar
(3)
Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana
dimaksud penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan, terhadap kode etik
profesi serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
(4)
Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)seperti
tercantum dalam formulir v terlampir.
Pasal 11
(1)
SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan
dapat diperbaharui kembali.
(2)
Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diajuakan
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota setempat dengan melampirkan:
a.
Fotokopi SIB yang
masih berlaku
b.
Fotokopi SIPB yang lama
c.
Suratketerangan sehat dari dokter
d.
Pas foto 4x6 cm sebanyak 2 lembar
e.
Rekomendasi dari organosasi profesi.
Pasal 12
Bidan pegawai tidak tetap dalam
rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB
Pasal 13
Setiap bidan yang menjalankan
praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan dan / atau keterampilannya
melalui pendidikan dan / atau pelatihan
BAB V
PRAKTEK BIDAN
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan pratiknya
berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi :
a.
Pelayanan kebidanan
b.
Pelayanan keluarga berencana
c.
Pelayanan kesehatan masyarakat
Pasal 15
1.
Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14
huruf a ditujukan kepada ibu dan anak
2.
Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pra nikah, pra
hamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas,menyusui dan masa antara (
periode interval )
3.
Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada bayi baru
lahir, masa bayi , masa anak balita dan masa pra sekolah
Pasal 16
1.
Pelayanan kebidanan pada ibu meliputi :
a.
Penyuluhan dan konseling
b.
Pemeriksaan fisik
c.
Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d.
Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, hyperemesis gravidarum tingkat 1, pre eklamsia ringan
dan anemia ringan
e.
Pertolongan persalinan normal
f.
Pertolongan peesalinan abnormal yang mencakup letak
sungsang, partus macet kpala didasar panggul, ketuban pecah dini ( KPD ) tanpa
infeksi,perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia
uteri primer, post termasuk dan pre termasuk
g.
Pelayanan ibu nifas normal
h.
Pelayanan ibu ifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi
ringan
i.
Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang
meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid
2.
Pelayanan kebidanan pada anak meliputi :
a.
Pemeriksaan bayi baru lahir
b.
Perawatan tali pusat
c.
Perawatan bayi
d.
Resusitasi pada bayi baru lahir
e.
Pemantauan tumbuh kembang anak
f.
Pemberian imunisasi
g.
Pemberian penyuluhan
Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat
dokter yang berwenang pada wilayah tersebut bidan dapat memberikan pelayanan
pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya
Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 berwenang untuk :
a.
Memberikan imunisasi
b.
Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan ,pesalinan dan
nifas
c.
Mengeluarkan plasenta secara normal
d.
Bimbingan senam hamil
e.
Pengeluaran sisa jaringan
konsepsi
f.
Episiotomy
g.
Penjahitan lika episiotomy dan jalan lahir sampe tingkat 2
h.
Amniotomi pada pembukaan servik lebih dari 4 cm
i.
Pemberian infuse
j.
Pemberian suntikan IM
utritonika, antibiotika, dan sedative
k.
Kompresi bimanual
l.
Versi ekstraksi gemeli pada kelahiran bayi ke2 dan
seterusnya
m.
Vacuum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul
n.
Pengendalian anemi
o.
Meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu
p.
Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
q.
Penanganan hiportermi
r.
Pemberian minum dengan sonde / pipet
s.
Pemberian obat- obatan terbatas melalui lembaran permintaan
obat sesuai dengan formulir VI terlampir
t.
Pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian
Pasal 19
Bidan dalam memberiakan pelayanan
keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b berwenang untuk
:
a.
Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat
kontarsepsi dalam rahim, alat kontarsepsi bawah kulit, dankondom
b.
Meberikan penyuluhan / konseling pemakaian kontrasepsi
c.
Melakukan pencabutan alat kontarsepsi dalam rahim
d.
Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa
penyulit
e.
Memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga
berencana dan kesehatan masyarakat
Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan
masyarakat sebagimana di maksud dalam pasal 14 huruf c berwenang untuk :
a.
Pembinaan peran serta masyarakat di biadang kesehatan ibu
dan anak
b.
Memantau tumbuh kembang anak
c.
Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
d.
Melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama,
merujuk dan memberikan penyuluhan infeksi menular seksual ( IMS ),
penyalagunaan narkotika psikotropika zat adiktif lainnya ( NAFZA ) serta
penyakit lainnya
pasal 21
1.
Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan
kebidanan selain kewenganan sebagaimana di dalam pasal 14
2.
Pelayanan sebagaimana di maksud pada ayat 1 ditujukan untuk
penyelamatan jiwa
Pasal 22
Bidan dalam menjalankan praktik
perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi tempat dan ruangan parktik,
tempat tidur,peralatan, obat-obatan dan kelengkapan administarsi
Pasal 23
(1)
bidan dalam
menjalankan praktik perorangan sekurang kurangnya harus memiliki peralatan dan
kelengkapan administrative sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 keputusan ini
(2)
Obat – obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik
sebagimana tercantum dalam lampiran II keputusan ini
Pasal 24
Bidan dalam menjalankan praktik
harus membantu program pemerintahan dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana
Pasal 25
(1)
Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam
memberiakn pelayanan berdasarkan standar profesi
(2)
Disamping ketentuan sebagaimana pada ayat 1 bidan dalam
menjalankan praktik sesuai dengan kewenangannya harus :
a.
Menghormati hak pasien
b.
Merujuk kasus yang tidak dapat di tangani
c.
Menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang undangan
yang berlaku
d.
Memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan
e.
Meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
f.
Melakukan catatan medic ( medical record ) dengan baik
Pasal 26
Petunjuk pelaksanaan parktik
bidan sebagimana tercantum dalam lampiran III keputusan ini
BAB VI
PENCATATAN DAN
PELAPORAN
Pasal 27
(1)
Dalam melakukan praktiknya bidan wajib melakukan pencatatan
dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan
(2)
Pelaporan sebagimana dimaksud pada ayat 1 di laporkan
kepuskesmas dan tembusan kepada dinas kesehatan kabupaten/ setempat
(3)
Pencatatan dan pelaporan sebagaimana di maksud pada ayat 1
tercantum dalam lampiran IV keputusan ini
BAB VII
PEJABAT YANG BERWENANG MENGELUARKAN DAN MENCABUT IZIN PRAKTIK
Pasal 28
(1)
Pejabat berwenang mengeluarkan dan mencabut SIPB adalah
kepala dinas kesehatan kabupaten / kota
(2)
Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1
kepala dinas kesehatan dapat menunjukkan pejabat lain
Pasal 29
(1)
Permohonan SIPB yang di setujui atau ditolak harus
disampaikan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten / kota kepada pemohon dalam
waktu selambat lambatnya 1( satu ) bulan sejak tanggal permohonan diterima
(2)
Apabila permohonan SIPB di setujui, kepala dinas kesehatan /
kota harus menerbitkan SIPB
(3)
Apabila permohonan SIPB ditolak kepala dinas kesehatan
kabupaten/ kota harus memberikan alas an penolakan tersebut
(4)
Bentuk dan isi SIPB yang disetujui sebagaimana dalam ayat 2
tercantum dalam formulir VII terlampir
(5)
Bentuk surat penolakan SIPB sebagaimana di maksud pada ayat
3 tercantum dalam formulir VII terlampir
Pasal 30
Kepala dinas kesehatan/kota menyampaikan laporan secara berkala dinas
kesehatan provinsi setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIPB
di wilayah nya dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
1. Bidan wajib mengumpulkan sejumlah
angka kredit yan besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi
2. Angka kredit sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dikumpulkan dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan
pengabdian masyarakat
3. Jenis dan besarnya angka kredit
dari masing-masing unsure sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditetapkan oleh
prganisasi profesi
4. Organisasi profesi mempunyai
kewajiban membimbing dan mendorong pada anggotanya untuk dapat mencapai angka
kredit yang ditentukan
Pasal 32
Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik
yang berhenti melakukan praktik pada sarana kesehatannya kepada kepala dinas
kesehatan kabupaten / kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 33
1. Kepala dinas kesehatan kabupaten
dan atau organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
bidan yang melakukan praktik diwilayahnya
2. Kegiatan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan melalaui pemantaun yang
hasilnya dibahas secara periodic sekurang-kurangnya 1 kali dalam 1 tahun
Pasal 34
Selama menjalankan praktik seorang bidan wajib mentaati semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 35
1. Bidan dalam melakukan praktik
dilarang :
a. Menjalankan praktik bidan tidak
sesuai dengan ketentuan yang tercantum ddalam praktik
b. Melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan standar profesi
2. Bagi bidan yang memberikan
pertolongan dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas didaerah terpencil
yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 butir a
Pasal 36
1. Kepala dinas kesehatan kabupaten /
kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini
2. Peringatan lisan atau tertulis
sebagaimana dimaksudd pada ayat 1 diberikan paling banyak 3 kali dan apabila
peringatan tersebut tidak diindahkan kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
Pasal 37
Sebelum keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari majlis disiplin
tenaga kesehatan ( MDTK) atau majlis pembinaan dan pengawasan etika pelayanan
medis ( MP2EPM) sesuai peraturan perindang-undangan yang berlaku.
Pasal 38
1. Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan
dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari dihitung sejak keputusan ditetapkan.
2. Dalam keputusan sebagaiman
dimaksud pada ayat 1 disebutkan pencabutan SIPB
3. Terhadap pencabutan SIPB
sebagaiman dimaksudd pada ayat dapat diajukan keberatan kepada kepala dinas
provinsi dalam waktu 14 hari setelah keputusan diterima, apabila dalam waktu 14
hari tidak diajukan keberatan maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai
kekuatan hokum yang tetap
4. Kepala dinas kesehatan provinsi
memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan pencabutan SIPB
5. Sebelum prosedur keberatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditempuh, pengadilan tata usaha Negara tidak
berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud pasal 48 UU No. 5
tahun 1986 tentang pengadilan tata usaha Negara.
Pasal 39
Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota melaporkan setiap pencabutan SIPB
kepada kepala dinas kesehatan provinsi setempat dengan tembusan kepada
organisasi profesi setempat.
Pasal 40
1. Dalam keadaan luar biasa untuk
kepentingan nasional menteri kesehatan dan atau atas rekomendasi organisasi
profesi dapat mencabut ssementara SIPB
bidan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencabutan izin sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 selanjutnya diproses sesuai dengan keputusan ini.
Pasal 41
1. Dalam rangka pembinaan dan
pengawasan, kepala dinas kesehatan kabupaten / kota dapat membentuk tim/ panitia yang bertugas
melakukan pemantauan pelaksanaan praktik
bidan diwilayahnya.
2. Tim/panitia sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 terdiri dari unsure pemerintahan ikatan bidan Indonesia dan profesi
keseatan terkait lainnya.
BAB IX
SANKSI
Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja :
a. Melakukan praktik kebidanan tanpa
mendapat pengakuan / adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6
b. Melakukan praktik kebidanan tanpa
izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
c. Melakukan praktik kebidanan tidak
sesuai dengan ketentuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 25 ayat 1 dan 2
dipidana sesuai ketentuan pasal 35 PP nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga
kesehatan.
Pasal 43
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan
sebagaimana dimaksudd dalam pasal 32 dan atau memperkejakan bidan yang tidak
mempunyai izin praktik dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 35
PP nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan.
Pasal 44
1. Dengan tidak mengurangi sanksi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 bidan yang melakukan pelangagaran terhaddap
ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan disiplin berupa
teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
2. Pengambilan tndakan ddisiplin
sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dilaksanakan sesuai ketentuuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
1. Bidan yang tidak mempunyai surat
penugasan dan SIPB berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor
572/Menkes/Per/VI/1996 tentang registrasi dan praktik bidan dianggap telah memiliki SIB dan SIPB berdasarkan ketentuan.
2. SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud
ddalam ayat 1 berlaku seelama 5 tahundan apabila telah habis maka masa
berlakunya dapat diperbaharui sesuai ketentuan keputusan ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Dengan ditetapkan keoutusan ini maka peraturan menteri keseehatan nomor
572/Menkes/VI/1996 registrasi dan praktik bidan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 47
Keputusan menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangann peraturan ini dengan
penempatannya dalam berita negar republic Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar